Selasa, 28 Juli 2020

LIGA UNTUK SIAPA?

LIGA UNTUK SIAPA?

Federasi tetap bersihkukuh untuk melanjutkan kembali Liga yang telah berhenti pada gameweek ke dua putaran pertama. Pada pertengahan oktober nanti liga akan kembali bergulir, Dengan protokol kesehatan ketat yang akan di terapkan “katanya”, inginnya sih meniru liga-liga top sepakbola di eropa sana, namun tidak kah berlebihan membandingkannya dengan sepakbola eropa. Tak apa mimpinya ketinggian tapi  mimpi yang tinggi harus diiringi dengan usaha yang berlebih, kita coba bertanya apakah federasi sudah melakukannya?. melihat federasi saat ini rasanya mimpi itu hanyalah sekedar mimpi di siang bolong belaka.

Liga akan digelar di pulau jawa untuk memangkas biaya operasional seluruh tim liga. terlepas dari segala konspirasi global, kita tahu kasus terbesar penyebaran covid-19 di indonesia adalah pulau jawa. Apakah tidak riskan jika memaksakan liga digelar di pulau jawa? Belum lagi masalah-masalah yang akan terjadi jika liga tetap digelar, mulai dari izin pertandingan hingga timbulnya cluster-cluster baru

Ada beberapa opsi yang di berikan oleh federasi jika liga akan kembali bergulir. Yang pertama Stadion hanya boleh di isi 30% dari seluruh kapasitas stadion + penonton harus membawa surat Rapid Test, sekedar informasi biaya Rapid Test sendiri Rp.150.000  itu pun yang paling murah, berapa biaya yang di keluarkan untuk satu kali pertandingan? Tentunya banyak. Opsi terakhir penonton tidak dapat masuk ke stadion, jika opsi ini dilakukan, tim memperoleh pemasukan dari mana? Ada tiga sumber pendanaan klub di Indonesia, sponsor, tiket, merchandaise dan seharusnya hak siar tapi "you know lah" hak siar di Indonesia masih dimonopoli oleh federasi. Tim hanya di beri subsidi 800 juta, gila apa? Padahal pengeluaran klub sendiri bisa lebih dari 800 juta satu musim. Salah satu direktur TVRI pernah berucap "membeli hak siar Liga Indonesia lebih mahal harganya daripada membeli hak siar Liga Inggris". kita hanya bisa menerka-nerka tanpa bisa memastikan berapa nominal hak siar Liga Indonesia seluruhnya, tentunya lebih besar daripada 800juta!. Apalagi opsi tanpa penonton, TV sebagai pemegang hak siar akan ketiban untung berlebih, rating akan melonjak pesat iklan-iklan akan banyak yang masuk haha.

Masalah jika di terapkannya opsi tanpa penonton untuk liga kali ini adalah pemusatan massa tetap akan terjadi di beberapa titik. Memang benar tidak berada di dalam stadion tapi di luar area stadion akan terdapat pengumpulan massa, siapkah aparat keamanan dengan ini?. Belum lagi yang melakukan nobar di beberapa warung atau kafe, dengan biaya yang lebih murah ini adalah opsi dibanding dengan menonton langsung ke Stadion dengan membawa surat Rapid Test yang harganya 3X lebih mahal dari harga tiket fans Persebaya. sekali lagi terlepas dari konspirasi dan tetek bengeknya, hal ini sangat mungkin terjadi jika liga benar-benar akan bergulir, walaupun ketua federasi saat ini ndan Ibul ( Iwan Bule ) telah menghimbau agar suporter tidak melakukan nobar atau datang ke Stadion, jika hanya himbauan tanpa ada tindakan nyata federasi ya sama saja dong apalagi sudah menyangkut kecintaan dan rasa rindu fans terhadap tim pujaannya, walaupun Bonek pernah melaluinya bertahun-tahun. tak tertutup kemugkinan suporter akan tetap menuju area stadion dan melakukan nobar wong pertandingan tanpa penonton saja dibudalin apa lagi hanya sekedar himbauan.

Belum lagi tidak adanya degradasi membuat persaingan kompetisi semakin hambar bagaikan sayur tanpa garam. Mana mungkin kompetisi sepakbola dijalankan tanpa adanya degradasi, justru ini yang akan membuat banyaknya match fixing terjadi. berpelik dengan maksud agar timnas mampu berbicara banyak di Piala Dunia U-21 di Indonesia adalah alasan yang terkesan dipaksakan karena bagaimapun kompetisi di usia muda berguna sebagai ajang mencari pengalaman dan merasakan atmosfer Internasional untuk kelak berguna di timnas senior.

                Seluruh penikmat sepakbola indonesia menginginkan terjadinya perubahan di tubuh federasi sedangkan ketika kita seharusnya melakukan perubahan itu kita malah terfokus dengan egoisme klub masing-masing. Kita tahu kondisi keuangan klub sedang tidak baik namun dengan tetap menggelar kompetisipun, subsidi yang di berikan oleh federasi tidak mencukupi untuk menutupi pengeluaran klub satu musim jika bicara tentang klub liga satu. Hanya lima klub liga satu yang menolak liga kembali bergulir diantaranya : Persebaya, Persipura, Barito Putera, Persik, dan Persita. Patut di nantikan konsistensi kelima klub tersebut. Hanya Persebaya yang beriringan dengan para suporternya (Bonek) dengan sepakat menolak liga kembali di gulirkan, beruntunglah Persebaya memiliki suporter yang kritis dan militan.

                 Sudah saatnya federasi fokus untuk menyiapkan musim berikutnya dengan sistem dan perangkat kompetisi yang baik untuk menggelar kompetisi musim depan daripada memaksakan untuk menggelar liga di keadaan yang serba tidak jelas ini. federasi harus menjadikan pandemi ini sebagai momentum untuk membersihkan diri dari kotoran-kotoran kepentingan para politikus maupun elite club.

                Jadi jika memang Liga akan kembali digulirkan siapa yang akan diuntungkan? Federasi? Pemain? Klub? Jajaran klub? Suporter? Atau INDOSIAR selaku pemegang hak siar liga satu?