Jumat, 22 September 2017

Profil Bonek Campus STIESIA

Oleh : Bonek STIESIA 

BONEK STIESIA atau lebih mudahnya dipanggil BS (red: singkatan dari BONEK STIESIA) sebetulnya telah lahir atau terbentuk saat periode tahun 2010 oleh angkatan lama. Namun dikarenakan pada saat itu, struktur dan anggota belum jelas, maka pada tahun 2011 harus putus di tengah jalan. Selang beberapa tahun kemudian yakni di tahun 2016 ada 8 mahasiswa, 1 mahasiswi dari stiesia memiliki keinginan yang sama untuk kembali membangun BONEK STIESIA. 

Pada tanggal 17 Desember 2016, pembentukan pun terjadi dengan sangat sederhana, berawal dari secangkir kopi, di sebuah warkop belakang kampus. Kami berembuk bersama, dan akhirnya sepakat untuk membangun Bonek Stiesia kembali. Kami 8 mahasiswa (kebetulan 1 mahasiswi tidak bisa hadir) sangat antusias untuk membicarakan apa yang kita ingkinkan bersama diselingi canda tawa yang hangat.

First Meet 
Pertemuan ini yang bisa dibilang tombak awal Bonek Stiesia, kemudian disepakati bersama sebagai awal terbentuknya Bonek Stiesia yakni tanggal 17 Desember 2017 dan menyepakati nama awal kami yaitu “CEMARA TIFOSI” (nama awal BONEK STIESIA sebelum berubah). Kami juga sepakat, akan segera melakukan perekrutan anggota baru. Yang nantinya, setiap anggota baru harus mengikuti kopdar 1x baru bisa  resmi menjadi anggota. 

Alasan kami saat membentuk BONEK STIESIA adalah untuk memberi wadah sesama pecinta PERSEBAYA yang tergabung dalam mahasiswa/I kampus Stiesia, yang kedua tentunya mencoba merubah image bonek dengan hal-hal sederhana yang bernilai positif, karena saat itu image bonek dimata masyarakat sedikit tidak baik. 
Kopdar Awal 

Pada awal tahun tepatnya 27 januari 2017, dengan kekuatan social media, kopdar awal kami dihadiri oleh 17  anggota saat itu. Dan seiring berjalannya waktu dengan bertambahnya anggota kami, ada usulan dari anggota dan juga pihak luar yang bisa dibilang orang2 yang dihormati atau dituakan oleh para bonek untuk merubah nama "Cemara Tifosi" 

Akhirnya setelah melalui diskusi yang sangat panjang dan penuh pertimbangan. Kami sepakat secara resmi mengganti nama serta logo dengan segala konsekuensinya, dari yang awalnya CEMARA TIFOSI berevolusi menjadi BONEK STIESIA.

Perubahan Logo
Seiring berjalannya waktu anggota kami terus bertambah dan hinggga sekarang mencapai 32 anggota resmi (per 25 agustus 2017). Bonek Stiesia hingga saat ini memiliki dua official account social media antara lain instagram : Bonek Stiesia twitter : @bonekstiesia

Respon warga kampus terhadap terbentuknya BONEK STIESIA sampai saat ini terbilang positif. Bahkan baru baru ini panitia ospek 2017 kampus Stiesia meminta tolong kepada Bonek Stiesia untuk membuat choreography saat ospek dijalankan. 

Kami sampai saat ini juga menjalin silaturahmi dengan baik bersama UKM dan warga kampus. Kami ingin menghilangkan pandangan negatif yang ada kepada Bonek dimulai dari dalam kampus. Kami akan terus menerus memberi penjelasaan perlahan-lahan, dengan disertai tindakan tindakan positif tentunya, untuk menunjukkan jika Bonek kini telah berubah. 

Pembuatan Koreo untuk Ospek

DOKUMENTASI BONEK STIESIA, WHEN MATCHDAY COMES!!

Away Madiun


Jumat, 08 September 2017

Banyak Cerita Jadi Bonita

Oleh : Shella Wani (Bonek Campus Unesa)

Banyak yang ingin kuceritakan di sini, sepenggal kisah seru yang pernah terjadi dalam hidupku. Kisah tentang sepak bola dan segala tetek bengek yang ada di dalamnya. Kisah yang melebur menjadi cinta, persaudaraan, pengorbanan dan kesetiaan. Setidaknya bila aku sudah tua nanti, cucu-cucuku bisa membacanya dan bergumam "Ternyata mbahku dulu adalah seorang Bonita".

Aku menggemari sepak bola sedari SMP, semenjak bapakku setiap sore hari nonton bola dan aku harus benar-benar mengalah karena tak bisa menonton kartun kesukaanku. Setiap sore jadi membosankan, setiap hari harus melihat orang-orang giring-giringan bola di tengah lapangan hijau. Oper sana, oper sini lalu jatuh, kartu kuning, offside, dan apalah-apalah itu membuatku semakin geram.

Tapi lama-kelamaan aku mencoba menikmati, ketika itu Persebaya yang bertanding melawan siapa aku lupa, yang jelas aku benar-benar terhipnotis dan teriak-teriak sendiri depan layar kaca, ketika melihat permainan mereka, meskipun aku tidak paham betul segala hal tentang bola. Ternyata asyik juga, dan ikut deg-degan dengan bola yang menggelinding di gawang lawan. Lama kelamaan kutelusuri segala hal tentang Persebaya dan tentu saja suporternya.

Semua koran yang berbau Persebaya kuguntingi dan kutempelkan pada buku, dan jadilah sebuah kliping yang sangat tebal mengenai persebaya dan boneknya. Bila sampai sekarang masih kuteruskan mungkin jadi berpuluh-puluh buku, tapi sayangnya semua sudah lenyap gegara ibuku meloakkan semua buku SMP hingga SMAku.

Hingga pada akhirnya aku memberanikan diri ikut bergabung ke dalam komunitas bonek ketika menginjak bangku SMA, agar aku ada kawannya bila ingin lihat Persebaya secara langsung. Komunitas yang di dalamnya hanya ada dua orang wanita. Ya, hanya aku dan satu adek kelasku yang sudah duluan bergabung sebelumnya.

Terjun ke dalam dunia laki-laki memang menjadi resiko seorang perempuan bila diperebutkan atau digoda-goda. Jatuh cinta sesama teman komunitas, lalu putus dan melarikan diri. Ahh sudah bukan rahasia umum. Setelah kujelajahi berbagai komunitas dan akhirnya aku menyimpulkan satu hal, jangan sampai jatuh cinta kepada orang yang berada di dalam satu komunitas yang kamu ikuti. Apalagi kebanyakan komunitas itu kaum lelaki.

Untung-untungan bila yang kau cintai itu memang benar jodohmu, nah kalo masih cinta-cintaan labil, cinta monyet, mending gak usahlah sok totalitas, sok loyalitas, dan sok setia terjun dalam komunitas itu. Fokus Mencintai Persebaya saja.

Pada akhirnya impianku selama ini untuk mendukung Persebaya secara langsung segera terwujud, away day pertama, karena aku berasal dari luar kota Surabaya. Aku ingat dengan betul, dulu kami rombongan naik truk, truk yang di dalamnya dipenuhi oleh kaum lelaki, dan hanya kami berdualah yang menyandang gelar wanita. Berdesak-desakan sambil sesekali menjaga diri agar tak terjadi gesekan. Meskipun ada beberapa bocah yang sedikit agak nakal. Kami selalu berusaha menjauh dan mencari tempat yang longgar.

Berangkat pagi hari, dan sampai di Surabaya hampir sore hari. Perjalanan yang sangat melelahkan. Dan sialnya lagi ternyata truk tak boleh masuk ke dalam jalan utama menuju GBT. Pada akhirnya kami berjalan kaki dari jalan raya yang sebelum rel kereta, gak tau itu nama jalannya apa hehe. Pokoknya berasa jauh banget, kali pertama berjalan kaki sejauh itu dengan ratusan orang yang penuh sesak.

Rasa lelahku tak terasa ketika aku melihat berbagai macam bentuk orang dengan gayanya masing-masing di sekelilingku. Ternyata ini toh bonek yang banyak dibicarakan orang-orang? Bonek suporter yang banyak ditakuti lawan, bonek yang dicap doyan anarkis, bonek yang dipandang sebelah mata?


Aku mulai merinding ketika tiba di depan pintu stadion, apakah benar aku ada di sini? Atau hanya mimpi? Biarlah aku terlihat kampungan, toh ini memang benar isi hatiku yang terdalam.

Sebelum masuk stadion, kami memakan nasi bungkus yang di bawa dari rumah. Ya, kami bonek yang benar-benar bondo, membawa bekal sendiri dari rumah meskipun hanya lauk sambal goreng tempe dan telur. Kebersamaan yang sangat indah, ketika duduk melingkar makan nasi bungkus bersama di depan stadion. Bagiku itu adalah hal teromantis dibandingkan apapun.

Setelah memastikan semua anggota makan dengan kenyang, kami mengambil tiket masing-masing di salah satu koordinator, ini hal yang juga membuatku jengkel, berdesak-desakan dengan para lelaki ketika memasuki gate stadion.

Apa aku bisa? Apa aku nanti tidak akan terpisah dengan rombonganku ketika aku kalah adu kekuatan ketika ingin masuk duluan? Pikiran yang agak lugu kukira.
Pada akhirnya aku bisa masuk dengan elegan dan mulai menaiki satu persatu anak tangga yang membuat nafasku tersengal.

Sekarang mah enak, sudah disediakan jalur khusus untuk wanita dan anak-anak, aku sedikit lega karena tidak perlu khawatir lagi ketika berdesak-desakan dengan kaum lelaki.

Dari luar gate, suara itu, teriakan-teriakan itu, aura yang sudah mulai terasa. Membuat aku segera mempercepat langkah untuk segera masuk ke stadion.

JANCUK!

Satu kata yang seketika itu terlintas di dalam otakku, seketika itu darahku berdesir, melihat pemandangan hijau yang terbentang di depan mata. Benar-benar merinding dan rasanya ingin menangis, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di stadion setelah beberapa waktu menjadi penikmat tribun depan televisi.

Ada dua hal yang kurasakan saat itu, senang juga khawatir. Senang karena akhirnya bisa mendukung Persebaya secara langsung, dan khawatir karena aku tak berpamitan kepada orang tua bahwa aku sedang merantau sejenak ke Surabaya. Itu adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan, aku hanya berpamitan untuk main ke rumah teman tapi malah tersesat di kota orang. Alhasil aku dijadikan bahan pencarian seisi rumah.

Ayah, ibu, kakak, pakde, bingung mencariku kemana-mana. Menghubungiku pun tak bisa karena pada saat itu aku belum mempunyai ponsel. Aku seorang perempuan yang masih remaja, dan aku belum pulang dari pagi hingga tengah malam. Entah bisa dibilang aku sudah fix menyandang gelar bonek atau belum, karena sudah nekat ke luar kota padahal sudah jelas dilarang.

Persetan dengan gelar itu, yang pasti aku benar-benar bahagia bisa mendukung Persebaya secara langsung, bertemu dengan ribuan orang-orang yang mempunyai kegemaran sama. Meskipun pada saat pulang kami kehujanan, karena pada saat itu musim hujan. Alhasil seisi truk kebingungan dan mulai membuat atap dari terpal. Terpal yang hanya dipegangi dengan tangan di masing-masing sudutnya.

Kalian bisa membayangkan, hujan deras sekali diserati angin kencang, terpal yang sangat berat karena menampung air di atasnya serta terkadang angin berusaha menerbangkannya. Dan kami para wanita hanya bisa duduk meringkuk di dalamnya, kurang romantis gimana coba? Kami dua wanita berasa dikelilingi para pahlawan yang melindungi kami dari derasnya hujan.

Benar-benar melelahkan ketika sampai rumah hampir tengah malam. Dan sesampai di rumah benar-benar kena omelan bertubi-tubi. Aku bingung harus berkata apa, sebab aku tak berani jujur bila habis pergi ke Surabaya. Pada akhirnya ibuku tak mau berbicara padaku berhari-hari, membiarkanku begitu saja, tak mengajakku berbicara. Itu adalah hal yang menyakitkan.

Tapi lama-kelamaan beliau sudah memahami apa kegemaranku, membolehkanku melihat Persebaya, asal aku berteman dengan orang yang baik dan bisa menjaga diri sendiri. Sungguh tahun-tahun yang menyenangkan, dan masih banyak cerita tentunya. Cerita-cerita seru yang pernah kualami ketika mbonek, dan tak mungkin kuceritakan semua di sini.

Hingga pada akhirnya aku lulus SMA, dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Kuliah, harapan bagi semua orang agar hidup lebih baik, memiliki masa depan cerah. Tapi tidak bagiku, tujuanku kuliah adalah agar aku masih bisa bersenang-senang, tak terjebak rutinitas kerja yang menghambat aku mendukung Persebaya.

Tidak sampai di situ saja, kuliah di Surabaya juga jadi tujuan utamaku, tak peduli panasnya kota, kemacetan yang kulihat setiap hari atau tak dapat melihat gunung atau pemandangan bagus. Pikiranku dulu adalah, aku kuliah di Surabaya agar ketika mendukung Persebaya tidak kejauhan bila dari luar kota.

Tapi sial, tahun 2013 aku mulai duduk di bangku kuliah dan pada saat itu juga Persebaya di paksa mati. Mungkinkah jalanku tidak diridhoi? Ataukah aku memang ditakdirkan hadir di kota pahlawan untuk ikut serta memerjuangkan hak-hak Persebaya?
Segala macam perjuangan telah kuikuti dari bela, gruduk, ikut membuat spanduk dan segala-segalanya agar persebaya bisa berlaga kembali.

Perjuangan yang sangat panjang kukira, tapi tak sia-sia, tepat di bulan januari 2017, beberapa hari sebelum ulang tahunku, Persebaya akhirnya diakui kembali. Dan pada saat itu juga adalah hari dimana aku menanti saat-saat menjelang wisuda!

Kesialan macam apa ini? Ketika aku hampir lulus kuliah, Persebaya malah bangkit kembali. Entah ini kebetulan atau apa, yang jelas Tuhan pasti sudah menakdirkan jalanku seperti ini. Menjadi seorang pejuang meskipun tujuan awalnya hanya ingin bersenang-senang.

Kapok menjadi bonek? Kurasa itu pertanyaan yang sudah pasti jawabannya Tidak. Sebab perjuangan tidak hanya sampai di sini, masih ada perjuangan-perjuangan selanjutnya. Satu doaku lagi, semoga Persebaya bisa berlaga di kasta tertinggi negeri ini. Sudah saatnya kau pulang ke tempat asalmu sayang!

Saya wanita, saya Bonita dan saya cinta Persebaya.

 
Salam Satu Nyali Wani!

Saat Jadi Saksi HomeComing Game

Jumat, 01 September 2017

Lika Liku Menjadi Bonita

Oleh : Risa Terry (Bonek Campus Universitas Muhammadiyah Surabaya) 

Saat berumur 14 tahun, saya akrab sekali dengan 3 kata, “Persebaya” “Bonek” dan “Tawuran”. Kata yang terakhir, memang saat itu dan kadang masih berlaku sampai sekarang, image negatif tentang Bonek, mulai perusuh, hoby tawuran, yang jelek-jelek lah pokoknya. Entah karena apa. Tapi di lain sisi, saya juga sering mendapat cerita bahwa menjadi Bonek itu menyenangkan, punya keasikan tersendiri, bisa menghilangkan penat dengan seru-seruan bernyanyi didalam stadion bersama-sama. Dari sana, timbul rasa ingin nonton Persebaya pertama kali, ingin membuktikan sendiri cerita-cerita itu.

Seiring berjalannya waktu saya kerap melihat di pasar-pasar dan di pinggir-pinggir jalan banyak sekali yang berjualan kaos bergambar "Ndas Mangap". Dimana, saya tau jika yang memakai kaos "Ndas Mangap" itu pasti anak Bonek.
Sontak terpikir ........

“Wah kalo mau jadi bonek, aku harus punya nih kaos ‘Ndas Mangap'”
 “Pasti banyak ntar yang bilang aku sangar kalau aku pakai kaos ‘Ndas Mangap’”

Ya begitulah kurang lebih pemikiranku saat itu, pemikiran seorang gadis polos,14 tahun, yang tinggal di salah satu perumahan Sidoarjo tapi terbiasa berada di lingkungan yang banyak Bonek-nya, karena kebetulan ayah dan teman-temannya adalah pecinta Persebaya. Bahasa pincak-pincuk dulu sering sekali aku dengar, yang saat itu saya juga tak paham artinya. 

Kembali ke soal keinginanku membeli kaos ‘Ndas Mangap’ yang akhirnya setelah melalui proses panjang merayu ayah, saya jadi juga dibelikan kaos ‘Ndas Mangap’ yang full version (depan belakang bergambar Ndas Mangap). Daaaaan, tak tanggung tanggung, saya dibelikan tigaaa kaos langsung!! Waaaah betapa bahagianya saya saat itu, bayangan saya akan dilihat sebagai cewek sangar sudah terwujud di depan mata.

Tak berhenti dengan membelikan kaos, ayah saya pun mengajak ke stadion tambaksari, momen yang sangat aku tunggu-tunggu. Betapa excited-nya saya saat itu. Dengan kaos ‘ndas mangap’ baru, saya melihat pertandingan Persebaya untuk pertama kalinya. Saya lupa saat itu lawannya siapa, karena saya memang lebih tertarik dengan pemandangan di stadion kala itu. Pemandangan yang baru pertama kali saya lihat.

Stadion yang full dipenuhi warna hijau royo-royo, beberapa aku lihat juga Bonek yang mukanya berlumuran cat hijau, rambut pada acak-acakan, bertatto, dan kebanyakan yang saya temui juga tak memakai sandal ataupun sepatu. Dengan mengkeritkan dahi, saya hanya bisa berkata dalam hati (mbatin) .....
“Oh ini ta, Bonek yang kata orang sangar-sangar”

Sesaat kemudian, perhatian saya beralih ke nyanyian-nyanyian dukungan dari Bonek untuk Persebaya. Yang dulu, sangat susah sekali aku menghafalkan liriknya, alih alih ikutan satu suara bernyanyi, saya hanya bisa berteriak “Ayo..Ayo..Ayo” dan itupun saya pribadi juga tak mengetahui tujuan saya sendiri, yang saya tau hanya ingin ikut serta seru-seruan mendukung Persebaya. Tak hafal lirik nyanyian gapapa deh, toh tak ada yang memperhatikan juga.

Saya ingat sekali, pada jeda babak pertama, ada seorang ibu berbaju orange, berambut pendek yang menawarkan lumpia.

 "Nak beli lumpianya nak, biar ngga lapar"

Seketika itu juga, perutku langsung lapar karena melihat tumpukan lumpia yang masih hangat. Dan, sudah bisa ditebak, saya akhirnya membeli lumpia tersebut. Yang efeknya sampai sekarang saya doyan banget sama lumpia di stadion. Pasti menjadi agenda wajib yang harus saya beli tiap datang langsung saat match Persebaya.

Selain terpana karena kondisi / atmosfer stadion, saya juga terpana ketika pandangan mata saya jatuh kepada mbak-mbak berambut pendek, dikuncir 2, memakai kaos Persebaya, dan bersepatu. Dia berhasil menyita pandangan saya dalam waktu yang cukup lama, karena baru dia yang untuk pertama kalinya saya lihat tampil modis di stadion.
Sekali lagi saya berangan-angan dan mbatin ....

“Kalau sudah besar aku mau ahh kayak mbak itu, selain modis, mbak itu juga berani duduk dipagar, berani bernyanyi, berteriak-teriak bareng temen-temen cowonya”

Karena, saya dahulu memang culun sekali, stigma anak “mama dan ayah” sangat melekat di diri saya.

Setelah selesainya pertandingan pada saat itu, yang saya juga lupa berapa skor akhirnya (sekali lagi karna saya tidak fokus pada pertandingannya, saya terpana melihat pertama kali anak-anak bonek dengan kekompakannya saat mendukung Persebaya) saya melihat banyak yang berjualan kaos, syal, topi dan aksesoris lainnya yang bertemakan Persebaya tentunya. Yang saya terpikir, suatu saat harus punya semua aksesoris itu.


Setahun kemudian, tak terasa setelah mengumpulkan pelan-pelan, sudah banyak aksesoris / atribut bertemakan Persebaya milik saya. Mulai kaos, topi, syal bahkan sepatu pun saya sudah punya semua. All about Persebaya. Saya juga sering sekali update pertandingan-pertandingan Persebaya di koran pagi milik ayah, bukan karena pertandingannya tapi lebih karena ingin melihat berita kekompakan anak anak bonek didalam stadion.

Memasuki bulan Juni 2012 tanggal 1, seperti biasa saya membaca koran pagi, dan disana tertera jadwal pertandingan Persebaya. Tanggal 3 Juni 2012 tepatnya, Persebaya akan bertanding melawan Persija. Awalnya saya dan ayah sudah memutuskan harus berangkat menonton, Big match kan sayang kalo tak nonton langsung. Dan, entah itu feeling dari seorang mama, saya dan ayah tak diijinkan untuk berangkat ke Surabaya dukung Persebaya.

Pagi ke siang, siang ke sore, sore ke malam. Hingga muncul berita di TV, malam itu.... ya malam itu, malam yang berhasil membuat saya menangis, menangis karena diberitakan bonek bentrokan dengan polisi, saya tak menyangka anak bonek yang selalu ceria didalam stadion kenapa bisa seperti itu. Suasana hati saya juga campur aduk saat itu, bingung, sedih, kesal juga. Bingung karena, saya pribadi bertanya-tanya benarkah anak bonek bisa seperti itu tanpa ada penyebabnya. Karna saya tau, bonek yang penampilannya memang identik sangar-sangar itu, sejatinya mereka baik-baik, tak seperti image negatif yang sering media berikan.  

Setelah melihat itu bersama orangtua saya, saya melihat ekpresi kekecewaan dari ayah dan mama saya, saya menduga mereka berdua telah menyesal mengenalkan saya dengan Persebaya dan Bonek. Dan, saya tahu dugaan saya benar, setelah keputusan akhirnya orangtua saya membuang segala macam atribut yang saya bangga-banggakan, atribut yang membuat saya terlihat lebih sangar, atribut yang sudah saya kumpulkan selama setahun kebelakang, atribut yang sudah saya persiapkan untuk saya kenakan saat dewasa nanti dan tentu akan menjadi barang-barang yang punya cerita indah kelak. Tapi semua sirna... semuanya hilang, dibuang orangtua saya, mulai kaos, syal, topi, sepatu, semuanya tak dapat saya temukan lagi. Selain itu, tak ada lagi koran pagi ayah yang biasanya jadi sarana saya tau kabar berita tentang Persebaya. Benar-benar sedih saya saat itu.


Setelah menunggu berhari-hari, berbulan-bulan, setelah saya kehilangan koran pagi serta atribut Persebaya, akhirnya hari itu datang. Hari yang menghapus kesedihan saya, saat ayah saya memberi sebuah nasihat / janji lebih tepatnya akan mengijinkan saya mendukung Persebaya lagi.

Melalui perkataan sederhana ......

"Ica, kalau kamu sudah bisa cari uang sendiri, boleh beli baju ndas mangap lagi, boleh beli yang banyak, boleh jadi mbak-mbak yang duduknya di pagar kalau lihat Persebaya, boleh jadi apapun yg kamu mau asal bisa jaga diri”

Perkataan yang akan selalu saya ingat. Hari berlalu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Saya sungguh merindukan suasana stadion, saya merindukan lumpia, saya merindukan kekompakan anak-anak Bonek lagiL.
Akhirnya, diumur 19 tahun saya mulai bekerja, bisa cari uang sendiri. Gaji pertama saya, saya gunakan untuk beli baju Persebaya lagiii. Mengikuti perkembangan berita tentang Persebaya lagi, Yeaaay.

Dan, setelah sekian lama, moment yang saya rindu-rindukan telah kembali. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya Bonek bersama-sama telah berhasil mengembalikan Persebaya ke kancah sepakbola lagi. Kini saatnya, saya kembali memakai atribut bertemakan Persebaya lagi, yang kini designnya lebih kreatif-kreatif. Saatnya, memasuki stadion dengan semangat baru. Tak ada lagi yang perlu ditakutkan kala datang ke Stadion.

Kini bisa kita lihat wajah Bonek dengan image baru. Image yang perlahan-lahan menujukkan jika Bonek telah berubah ke arah yang lebih baik. Bonek yang mengajarkan saya arti kesetiaan terhadap kebanggaan, mengajarkan arti kesetiakawanan, kekeluargaan, dan mengajarkan arti nasionalisme yg tinggi. Kini saya bangga menjadi seorang BONITA (Bonek Wanita) yg ngga culun lagi meskipun masih takut duduk di pagar. HAHA.

Bersama Zoro, Salah Satu Maskot Persebaya

Bersama Rekan-Rekan Bonek UMS 

Terakhir, ini cerita saya, cerita dari mulai saya baru tau apa itu supporter apa itu Persebaya. Sampai kini, dan selamanya, kebanggaan saya tetap Persebaya.

Semoga tulisan ini, bisa membuat kalian lebih bangga dengan Persebaya. Yuk Mbonek.