Jumat, 08 September 2017

Banyak Cerita Jadi Bonita

Oleh : Shella Wani (Bonek Campus Unesa)

Banyak yang ingin kuceritakan di sini, sepenggal kisah seru yang pernah terjadi dalam hidupku. Kisah tentang sepak bola dan segala tetek bengek yang ada di dalamnya. Kisah yang melebur menjadi cinta, persaudaraan, pengorbanan dan kesetiaan. Setidaknya bila aku sudah tua nanti, cucu-cucuku bisa membacanya dan bergumam "Ternyata mbahku dulu adalah seorang Bonita".

Aku menggemari sepak bola sedari SMP, semenjak bapakku setiap sore hari nonton bola dan aku harus benar-benar mengalah karena tak bisa menonton kartun kesukaanku. Setiap sore jadi membosankan, setiap hari harus melihat orang-orang giring-giringan bola di tengah lapangan hijau. Oper sana, oper sini lalu jatuh, kartu kuning, offside, dan apalah-apalah itu membuatku semakin geram.

Tapi lama-kelamaan aku mencoba menikmati, ketika itu Persebaya yang bertanding melawan siapa aku lupa, yang jelas aku benar-benar terhipnotis dan teriak-teriak sendiri depan layar kaca, ketika melihat permainan mereka, meskipun aku tidak paham betul segala hal tentang bola. Ternyata asyik juga, dan ikut deg-degan dengan bola yang menggelinding di gawang lawan. Lama kelamaan kutelusuri segala hal tentang Persebaya dan tentu saja suporternya.

Semua koran yang berbau Persebaya kuguntingi dan kutempelkan pada buku, dan jadilah sebuah kliping yang sangat tebal mengenai persebaya dan boneknya. Bila sampai sekarang masih kuteruskan mungkin jadi berpuluh-puluh buku, tapi sayangnya semua sudah lenyap gegara ibuku meloakkan semua buku SMP hingga SMAku.

Hingga pada akhirnya aku memberanikan diri ikut bergabung ke dalam komunitas bonek ketika menginjak bangku SMA, agar aku ada kawannya bila ingin lihat Persebaya secara langsung. Komunitas yang di dalamnya hanya ada dua orang wanita. Ya, hanya aku dan satu adek kelasku yang sudah duluan bergabung sebelumnya.

Terjun ke dalam dunia laki-laki memang menjadi resiko seorang perempuan bila diperebutkan atau digoda-goda. Jatuh cinta sesama teman komunitas, lalu putus dan melarikan diri. Ahh sudah bukan rahasia umum. Setelah kujelajahi berbagai komunitas dan akhirnya aku menyimpulkan satu hal, jangan sampai jatuh cinta kepada orang yang berada di dalam satu komunitas yang kamu ikuti. Apalagi kebanyakan komunitas itu kaum lelaki.

Untung-untungan bila yang kau cintai itu memang benar jodohmu, nah kalo masih cinta-cintaan labil, cinta monyet, mending gak usahlah sok totalitas, sok loyalitas, dan sok setia terjun dalam komunitas itu. Fokus Mencintai Persebaya saja.

Pada akhirnya impianku selama ini untuk mendukung Persebaya secara langsung segera terwujud, away day pertama, karena aku berasal dari luar kota Surabaya. Aku ingat dengan betul, dulu kami rombongan naik truk, truk yang di dalamnya dipenuhi oleh kaum lelaki, dan hanya kami berdualah yang menyandang gelar wanita. Berdesak-desakan sambil sesekali menjaga diri agar tak terjadi gesekan. Meskipun ada beberapa bocah yang sedikit agak nakal. Kami selalu berusaha menjauh dan mencari tempat yang longgar.

Berangkat pagi hari, dan sampai di Surabaya hampir sore hari. Perjalanan yang sangat melelahkan. Dan sialnya lagi ternyata truk tak boleh masuk ke dalam jalan utama menuju GBT. Pada akhirnya kami berjalan kaki dari jalan raya yang sebelum rel kereta, gak tau itu nama jalannya apa hehe. Pokoknya berasa jauh banget, kali pertama berjalan kaki sejauh itu dengan ratusan orang yang penuh sesak.

Rasa lelahku tak terasa ketika aku melihat berbagai macam bentuk orang dengan gayanya masing-masing di sekelilingku. Ternyata ini toh bonek yang banyak dibicarakan orang-orang? Bonek suporter yang banyak ditakuti lawan, bonek yang dicap doyan anarkis, bonek yang dipandang sebelah mata?


Aku mulai merinding ketika tiba di depan pintu stadion, apakah benar aku ada di sini? Atau hanya mimpi? Biarlah aku terlihat kampungan, toh ini memang benar isi hatiku yang terdalam.

Sebelum masuk stadion, kami memakan nasi bungkus yang di bawa dari rumah. Ya, kami bonek yang benar-benar bondo, membawa bekal sendiri dari rumah meskipun hanya lauk sambal goreng tempe dan telur. Kebersamaan yang sangat indah, ketika duduk melingkar makan nasi bungkus bersama di depan stadion. Bagiku itu adalah hal teromantis dibandingkan apapun.

Setelah memastikan semua anggota makan dengan kenyang, kami mengambil tiket masing-masing di salah satu koordinator, ini hal yang juga membuatku jengkel, berdesak-desakan dengan para lelaki ketika memasuki gate stadion.

Apa aku bisa? Apa aku nanti tidak akan terpisah dengan rombonganku ketika aku kalah adu kekuatan ketika ingin masuk duluan? Pikiran yang agak lugu kukira.
Pada akhirnya aku bisa masuk dengan elegan dan mulai menaiki satu persatu anak tangga yang membuat nafasku tersengal.

Sekarang mah enak, sudah disediakan jalur khusus untuk wanita dan anak-anak, aku sedikit lega karena tidak perlu khawatir lagi ketika berdesak-desakan dengan kaum lelaki.

Dari luar gate, suara itu, teriakan-teriakan itu, aura yang sudah mulai terasa. Membuat aku segera mempercepat langkah untuk segera masuk ke stadion.

JANCUK!

Satu kata yang seketika itu terlintas di dalam otakku, seketika itu darahku berdesir, melihat pemandangan hijau yang terbentang di depan mata. Benar-benar merinding dan rasanya ingin menangis, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di stadion setelah beberapa waktu menjadi penikmat tribun depan televisi.

Ada dua hal yang kurasakan saat itu, senang juga khawatir. Senang karena akhirnya bisa mendukung Persebaya secara langsung, dan khawatir karena aku tak berpamitan kepada orang tua bahwa aku sedang merantau sejenak ke Surabaya. Itu adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan, aku hanya berpamitan untuk main ke rumah teman tapi malah tersesat di kota orang. Alhasil aku dijadikan bahan pencarian seisi rumah.

Ayah, ibu, kakak, pakde, bingung mencariku kemana-mana. Menghubungiku pun tak bisa karena pada saat itu aku belum mempunyai ponsel. Aku seorang perempuan yang masih remaja, dan aku belum pulang dari pagi hingga tengah malam. Entah bisa dibilang aku sudah fix menyandang gelar bonek atau belum, karena sudah nekat ke luar kota padahal sudah jelas dilarang.

Persetan dengan gelar itu, yang pasti aku benar-benar bahagia bisa mendukung Persebaya secara langsung, bertemu dengan ribuan orang-orang yang mempunyai kegemaran sama. Meskipun pada saat pulang kami kehujanan, karena pada saat itu musim hujan. Alhasil seisi truk kebingungan dan mulai membuat atap dari terpal. Terpal yang hanya dipegangi dengan tangan di masing-masing sudutnya.

Kalian bisa membayangkan, hujan deras sekali diserati angin kencang, terpal yang sangat berat karena menampung air di atasnya serta terkadang angin berusaha menerbangkannya. Dan kami para wanita hanya bisa duduk meringkuk di dalamnya, kurang romantis gimana coba? Kami dua wanita berasa dikelilingi para pahlawan yang melindungi kami dari derasnya hujan.

Benar-benar melelahkan ketika sampai rumah hampir tengah malam. Dan sesampai di rumah benar-benar kena omelan bertubi-tubi. Aku bingung harus berkata apa, sebab aku tak berani jujur bila habis pergi ke Surabaya. Pada akhirnya ibuku tak mau berbicara padaku berhari-hari, membiarkanku begitu saja, tak mengajakku berbicara. Itu adalah hal yang menyakitkan.

Tapi lama-kelamaan beliau sudah memahami apa kegemaranku, membolehkanku melihat Persebaya, asal aku berteman dengan orang yang baik dan bisa menjaga diri sendiri. Sungguh tahun-tahun yang menyenangkan, dan masih banyak cerita tentunya. Cerita-cerita seru yang pernah kualami ketika mbonek, dan tak mungkin kuceritakan semua di sini.

Hingga pada akhirnya aku lulus SMA, dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Kuliah, harapan bagi semua orang agar hidup lebih baik, memiliki masa depan cerah. Tapi tidak bagiku, tujuanku kuliah adalah agar aku masih bisa bersenang-senang, tak terjebak rutinitas kerja yang menghambat aku mendukung Persebaya.

Tidak sampai di situ saja, kuliah di Surabaya juga jadi tujuan utamaku, tak peduli panasnya kota, kemacetan yang kulihat setiap hari atau tak dapat melihat gunung atau pemandangan bagus. Pikiranku dulu adalah, aku kuliah di Surabaya agar ketika mendukung Persebaya tidak kejauhan bila dari luar kota.

Tapi sial, tahun 2013 aku mulai duduk di bangku kuliah dan pada saat itu juga Persebaya di paksa mati. Mungkinkah jalanku tidak diridhoi? Ataukah aku memang ditakdirkan hadir di kota pahlawan untuk ikut serta memerjuangkan hak-hak Persebaya?
Segala macam perjuangan telah kuikuti dari bela, gruduk, ikut membuat spanduk dan segala-segalanya agar persebaya bisa berlaga kembali.

Perjuangan yang sangat panjang kukira, tapi tak sia-sia, tepat di bulan januari 2017, beberapa hari sebelum ulang tahunku, Persebaya akhirnya diakui kembali. Dan pada saat itu juga adalah hari dimana aku menanti saat-saat menjelang wisuda!

Kesialan macam apa ini? Ketika aku hampir lulus kuliah, Persebaya malah bangkit kembali. Entah ini kebetulan atau apa, yang jelas Tuhan pasti sudah menakdirkan jalanku seperti ini. Menjadi seorang pejuang meskipun tujuan awalnya hanya ingin bersenang-senang.

Kapok menjadi bonek? Kurasa itu pertanyaan yang sudah pasti jawabannya Tidak. Sebab perjuangan tidak hanya sampai di sini, masih ada perjuangan-perjuangan selanjutnya. Satu doaku lagi, semoga Persebaya bisa berlaga di kasta tertinggi negeri ini. Sudah saatnya kau pulang ke tempat asalmu sayang!

Saya wanita, saya Bonita dan saya cinta Persebaya.

 
Salam Satu Nyali Wani!

Saat Jadi Saksi HomeComing Game

Tidak ada komentar:

Posting Komentar