Rabu, 23 Agustus 2017

KESEDERHANAAN BONEK VS ASUMSI MASYARAKAT

Oleh : Ujang Ilyas (Bonek Campus Untag)

Menjadi Bonek (Supporter Persebaya) tidaklah mudah. Banyak image negatif yang melekat didalamnya. Image yang paling banyak andilnya karena ketidakseimbangan pemberitaan media. Kala ada Bonek yang bertindak negatif berjibun media berlomba lomba jadi yang pertama memberitakan, sebaliknya kala banyak hal hal positif yang Bonek lakukan, jangan harap ada beritanya di media, karena memang kemungkinan kecil mereka meliput.

Image negatif ini juga bisa terawat karena asumsi, asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa Bonek ya meresahkan, menakutkan, tukang rusuh, asumsi yang seolah-olah menyangsikan jika setiap manusia bisa berubah, berproses menjadi lebih baik. Hanya beranggapan, jika bonek dulu pernah rusuh, ya selamanya bakal rusuh. Tak bisa berubah.

“Jangan terlalu cepat menilai seseorang karena setiap orang suci pasti punya masa lalu, dan setiap pendosa masih punya masa depan”

Bahkan yang lebih parah, asumsi ini dipersempit hanya berdasarkan melihat penampilan luar saja, hanya dari cara Bonek berpenampilan. Singkat cerita kebanyakan orang memandang Bonek sebagai sosok yang sangat meresahkan, bahkan ada yang sampai pada titik anggapan Bonek sebagai sampah masyarakat yang bisanya hanya meresahkan warga sekitar, membuat kegaduhan dan merusak fasilitas umum. Semua anggapan itu muncul hanya karena bonek berpakaian acak-acakan, korak (sok jadi preman).

“Jangan sampai, penilaian atau kesan negatif pada Bonek menghalangi kita melihat kebaikan dibalik penampilan mereka”

Alangkah baiknya kita mengenal lebih dalam Bonek yang saat ini semakin baik, bonek yang meski berpenampilan lusuh, korak, tidak rapi, acak2an dan berantakan namun didalam mereka ada jiwa yang ingin membangun kedamaian, kebaikan yang mulia, keamanan bagi sesama, dan keselarasan. Mereka yang dalam beragam aksi pengembalian Persebaya bagaimanapun hasilnya, selalu berujung damai. Mereka adalah pemersatu supporter sepak bola yang ingin bersama sama mengembalikan tujuan awal sepakbola yakni sebagai pemersatu, menjadikan supporter lain sebagai teman dan saudara di dalam dan diluar lapangan/tribun.

Tahukah kalian disisi lain kehidupan bonek yang anda tafsirkan seperti itu, tidak semuanya benar, bahkan banyak salahnya. Banyak Bonek yang berasal dari kalangan berada, yang kehidupannya cukup, yang kebutuhannya hampir semua bisa terpenuhi, tapi memilih berpenampilan apa adanya. Bonek buat saya di artikel ini adalah bonek yang apa adanya, Bonek yang tidak harus selalu menunjukan apa yang dia punya sesungguhnya. Mendukung tim Persebaya adalah suatu keharusan tanpa harus adanya “keruwetan” , tanpa perlu merubah image hanya demi mendapat sebutan “best supporter” (dalam segi penampilan baju, dll).

Kesederhanaan dan apa adanya itu adalah Bonek”

Karena yang terpenting bisa memberi dukungan kepada Persebaya, mengawal Persebaya di kala main dimanapun, termasuk saat di luar kandang, dengan kendaraan apapun (bisa kereta, motor, kapal, pesawat, atau estafet dari 1 truk ke truk yang lain) yang penting bisa sampai di tempat Persebaya berlaga. Saat kembali pun dengan upaya sendiri tanpa harus membebankan pihak lain.

Terakhir, poinnya memang bukan tentang cara berpakaian, apalagi sampai mengadili kebaikan dan keburukan hanya berdasar penampilan semata. Karena penampilan adalah pilihan masing-masing orang yang harus kita hargai bersama. Hakikat kebaikan ada pada tindakan yang dilakukan, bukan pakaian yang digunakan. Dan, yang terpenting tetap mendukung Persebaya sepenuh hati, dalam kondisi apapun, dan menganggap Persebaya sebagai kebanggaan bersama. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar